Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali turun atau mencatat deflasi pada Juni 2024. Deflasi dua bulan beruntun ini mulai memunculkan kekhawatiran jika daya beli masyarakat melemah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan IHK turun atau deflasi sebesar 0,08% pada Juni 2014 dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Secara tahunan (year on year/yoy), IHK masih naik atau mengalami inflasi sebesar 2,51% pada Juni 204. Inflasi inti melandai ke 1,9% (yoy) pada Juni.
Sebagai catatan, IHK pada Mei 2024 juga turun atau mengalami deflasi 0,03% (mtm) tetapi secara tahunan mengalami inflasi sebesar 2,51%. Inflasi umum (yoy) adalah yang terendah sehak September 2023.
Dengan deflasi pada Juni 2024 maka deflasi sudah terjadi dua bulan beruntun.
Deflasi selama dua bulan beruntun adalah yang pertama sejak Agustus dan September 2020 atau awal pandemi Covid-19.
Data BPS mencatat, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat deflasi paling besar yakni 0,49% (mtm), disusul dengan informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yakni 0,02% (mtm).
Dilihat dari komponennya, inflasi harga bergejolak yang didominasi harga pangan mencatat deflasi sebesar 0,98% (mtm).
Komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan deflasi adalah bawang merah (0,09%), tomat (0,07), daging ayam ras sebesar (0,05%). Komoditas lain yang andil deflasi adalah telur ayam ras, bawang putih, kangkung, sawi hijau, dan bayam.
Deflasi Juni: Harga Barang Turun Atau Daya Beli Melandai?
Deflasi pada Juni (mtm) terbilang sangat jarang terjadi. Dalam 10 tahun terakhir, hanya sekali deflasi terjadi pada Juni yakni di 2021.
Dalam lima tahun terakhri, rata-rata inflasi Juni bahkan menyentuh 0,26% atau relatif tinggi. Secara historis, inflasi biasanya naik di Juni karena ada biaya persiapan sekolah untuk musim ajaran baru, gaji ke-13, dan liburan panjang sekolah.
Terjadinya deflasi pada Juni dan terjadinya deflasi selama dua bulan beruntun pun menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia mengatakan deflasi pada Juni disebabkan oleh melandainya harga komoditas pangan dan normalisasi setelah puasa. Namun, dia mengatakan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah juga sudah tertekan.
“Kalau daya beli untuk kelas bawah memang melemah sekarang tetapi untuk kelas menengah atas kita lihat di kuartal Ii-2024 masih OK,” tutur Barra kepada CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, sekitar 75% dari pengeluaran kelas bawah dihabiskan untuk membeli makanan. Harga bahan pangan yang sempat melejit tahun lalu dan hingga Lebaran di April 2024 membebani mereka.
Dengan penghasilan yang tidak naik maka mereka akan memilih mengurangi pembelian. Permintaan pun akan melambat dan harga akan turun.
Laporan Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa fenomena makan tabungan ‘mantab’ terlihat pada kelompok bawah dan menengah sejak kuartal IV-2023 hingga saat ini.